Model generatif
1.
Pengertian Pembelajaran Generatif Pembelajaran Generatif (PG) merupakan
terjemahan dari Generative Learning (GL). Menurut Osborno dan Wittrock dalam
Katu (1995.b:1), pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran yang
menekankan pada pengintegrasian secara aktif pengetahuan baru dengan
menggunakan pengetahuan yang sudah dimiliki mahasiswa sebelumnya. Pengetahuan
baru itu akan diuji dengan cara menggunakannya dalam menjawab persoalan atau
gejala yang terkait. Jika pengetahuan baru itu berhasil menjawab permasalahan
yang dihadapi, maka pengetahuan baru itu akan disimpan dalam memori jangka
panjang.
2.
Landasan Teoritik dan Empirik Pembelajaran GeneratifPembelajaran generatif
memiliki landasan teoritik yang berakar pada teori-teori belajar konstruktivis
mengenai belajar dan pembelajaran. Butir-butir penting dari pandangan belajar
menurut teori konstruktivis ini menurut Nur (2000:2-15) dan Katu (1995.a: 1-2),
diantaranya adalah :
a. Menekankan bahwa perubahan kognitif hanya
bisa terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah
melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami
inforamasi-informasi baru.
b. Seseorang belajar jika dia bekerja dalam
zona perkembangan terdekat, yaitu daerah perkembangan sedikit di atas tingkat
perkembangannya saat ini. Seseorang belajar konsep paling baik apabila konsep
itu berada dalam zona tersebut. Seseorang bekerja pada zona perkembangan
terdekatnya jika mereka terlibat dalam tugas yang tidak dapat mereka selesaikan
sendiri, tetapi dapat menyelesaikannya jika dibantu sedikit dari teman sebaya
atau orang dewasa.
c. Penekanan pada prinsip Scaffolding, yaitu
pemberian dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah.
Dukungan itu sifatnya lebih terstruktur pada tahap awal, dan kemudian secara
bertahap mengalihkan tanggung jawab belajar tersebut kepada mahasiswa untuk
bekerja atas arahan dari mereka sendiri. Jadi, mahasiswa sebaiknya lansung saja
diberikan tugas kompleks, sulit, dan realistik kemudian dibantu menyelesaikan
tugas kompleks tersebut dengan menerapkan scaffolding.
d. Lebih menekankan pada pengajaran top-down
daripada bottom-up. Top-down berarti mahasiswa langsung mulai dari
masalah-masalah kompleks, utuh, dan autentik untuk dipecahkan. Dalam proses
pemecahan masalah tersebut, mahasiswa mempelajari keterampilan-keterampilan
dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks tadi dengan bantuan
guru/dosen atau teman sebaya yang lebih mampu.
e. Menganut asumsi sentral bahwa belajar itu
ditemukan. Meskipun jika kita menyampaikan informasi kepada mahasiswa, tetapi
mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas informasi tersebut
untuk membuat informasi itu masuk ke dalam pemahaman mereka.
f. Menganut visi mahasiswa ideal, yaitu
seorang mahasiswa yang dapat memiliki kemampuan pengaturan diri sendiri dalam
belajar.
g. Menganggap bahwa jika seseorang memiliki
strategi belajar yang efektif dan motivasi, serta tekun menerapkan strategi itu
sampai suatu tugas terselesaikan demi kepuasan mereka sendiri, maka kemungkinan
sekali mereka adalah pelajar yang efektif dan memiliki motivasi abadi dalam
belajar.
h. Sejumlah penelitian (Slavin, 1997: )yang
menunjukkan pengaruh positif pendekatan-pendekatan konstruktivis yang melandasi
pembelajaran generatif terhadap variabel-variabel hasil belajar tradisional,
diantaranya adalah : dalam bidang matematika (Carpenter dan Fennema, 1992),
bidang sains (Neale, Smith, dan Johnson, 1992), membaca (Duffi dan Rochler,
1986), menulis (Bereiter dan Scardamalia, 1987). Penelitian Knapp (1995)
menemukan suatu hubungan positif pendekatan-pendekatan konstruktivis dengan
hasil belajar.
3.
Tahapan Pembelajaran GeneratifLangkah-langkah atau tahapan pembelajaran
generatif menurut Katu (1995. b:5-6), terdiri atas 5 tahap dengan penjelasan
sebagai berikut :
a. Tahap-1 : PengingatanPada tahap awal ini,
dosen menuliskan topik dan melibatkan mahasiswa dalam diskusi yang bertujuan
untuk menggali pemahaman mereka tentang topik yang akan dibahas. Mereka diajak
untuk mengungkapkan pemahaman dan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari
yang berkaitan dengan topik tersebut. Mereka diminta mengomentari pendapat
teman sekelas dan membandingkannya dengan pendapat sendiri. Tujuan dari tahap
pengingatan ini adalah untuk menarik perhatian mahasiswa terhadap pokok yang
sedang dibahas, membuat pemahaman mereka menjadi eksplisit, dan sadar akan
variasi pendapat di antara mereka sendiri. Untuk membuat suasana menjadi
kondusif, dosen diharapkan tidak akan menilai mana pendapat yang “salah” dan
mana yang “benar”. Yang perlu dilakukan adalah membuat mereka berani
mengemukakan pendapatnya tanpa takut disalahkan. Sebaiknya pertanyaan yang
diajukan dosen adalah pertanyaan terbuka.
b. Tahap-2 : Tantangan dan KonfrontasiSetelah
dosen mengetahui pandangan sebagian mahasiswanya, dosen mengajak mereka untuk
mengemukakan fenomena atau gejala-gejala yang diperkirakan muncul dari suatu
peristiwa yang akan didemonstrasikan kemudian. Mereka diminta mengemukakan
alasan untuk mendukung dugaan mereka. Mereka juga diajak untuk menanggapi
pendapat teman satu kelas mereka yang berbeda dari pendapat sendiri. Dosen
diharapkan untuk mencatat dan mengelompokkan dugaan dan penjelasan yang muncul
di papan tulis. Secara sadar dosen mempertentangkan pendapat-pendapat yang
berbeda itu. Setelah itu dosen melaksanakan demonstrasi dan meminta mahasiswa
untuk mengamati dengan seksama gejala yang muncul. Dosen perlu memberikan
kesempatan kepada mereka untuk mencerna apa yang mereka amati, akan merasa
terganggu dan mengalami konflik kognitif dalam pikirannya. Setelah itu barulah
dosen menayakan apakah gejala yang mereka amati itu sesuai atau tidak dengan
pikiran mereka. Dengan menggunakan cara dialog yang timbal balik dan saling
melengkapi, diharapkan mereka dapat menemukan jawaban atas gejala yang mereka
amati. Dalam hal ini dosen menyiapkan perangkat demonstrasi, tampilan gambar,
atau grafik yang dapat membantu mahasiswa menemukan alternatif jawaban atas
gejala yang diamati.
c. Tahap-3 : Reorganisasi Kerangka Kerja
KonsepPada tahap ini dosen membantu mahasiswa dengan mengusulkan alternatif
tafsiran menurut fisikawan dan menunjukkan bahwa pandangan yang dia usulkan
dapat menjelaskan secara koheren gejala yang mereka amati. Mahasiswa diberikan
beberapa persoalan sejenis dan menyarankan mereka menjawabnya dengan pandangan
alternatif yang diusulkan dosen. Diharapkan mereka akan merasakan bahwa pandangan
baru dari dosen tersebut mudah dimengerti, masuk akal, dan berhasil dalam
menjawab berbagai persoalan. Diharapkan mahasiswa mulai mereorganisasi kerangka
berpikir mereka dengan melakukan perubahan struktur dan hubungan antar
konsep-konsep. Proses reorganisasi ini tentu membutuhkan waktu.
d. Tahap-4 : Aplikasi KonsepPada tahap ini,
dosen memberikan berbagai persoalan dengan konteks yang berbeda untuk
diselesaikan oleh mahasiswa dengan kerangka konsep yang telah mengalami
rekonstruksi. Maksudnya adalah memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
menerapkan pengetahuan/keterampilan baru mereka pada situasi dan kondisi yang
baru. Keberhasilan mereka menerapkan pengetahuan dalam situasi baru akan
membuat para mahasiswa makin yakin akan keunggulan kerangka kerja konseptual
mereka yang sudah direorganisasi. Pelatihan ini dimaksudkan juga untuk lebih
menguatkan hubungan antar konsep di dalam kerangka berpikir yang baru mengalami
reprganisasi.
e. Tahap-5 : Menilai KembaliDalam suatu
diskusi, dosen mengajak mahasiswanya dalam menilai kembali kerangka kerja
konsep yang telah mereka dapatkan.
4.
Beberapa Petunjuk Pelaksanaan Pembelajaran GeneratifDalam melaksanakan
pembeljaran generatif,menuru Sutrisno (1995:3), dosen perlu memperhatikan
beberapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Menyajikan demonstrasi
untuk menantang intuisi mahasiswa. Setelah dosen mengetahui intuisi yang
dimiliki mahasiswa, dosen mempersiapkan demonstrasi yang menghasilkan peristiwa
yang dapat berbeda dari intuisi mahasiswa.
Model Retorika
Titik
tolak retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau
kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (misalnya memberikan informasi ata memberi motivasi). Berbicara adalah
salah satu kemampuan khusus pada manusia. Oleh karena itu pembicaraan itu setua
umur bangsa manusia. Bahasa dan pembicaraan itu muncul, ketika manusia
mengungkapkan dan menyampaikan pikirannya kepada manusia lain.
Retorika
berarti kesenian untuk berbicara baik (Kunst, gut zu reden atau Ars bene
dicendi), yang dicapai berdasarkan bakat alam (talenta) dan keterampilan teknis
(ars, techne), Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk berbicara
baik, yang dipergunakan dalam proses komunikasi antarmanusia. Kesenian
berbicara ini bukan hanya berarti berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang
jelas dan tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berbicara dan berpidato
secara singkat, jelas, padat dan mengesankan. Retorika modern mencakup ingatan
yang kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat
dan daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Retorika modern adalah gabungan
yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan berbicara.
Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, retorika berarti pada tempat yang
tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapka
kata-kata yang tepat, benar dan mengesankan. Itu berarti orang harus dapat
berbicara jelas, singkat dan efektif. Jelas supaya mudah dimengerti; singkat
untuk menghemat waktu dan sebagai tanda kepintaran dan efektif karena apa
gunanya berbicara kalau tidak membawa efek? Dalam konteks ini sebuah pepatah
Cina mengatakan, "Orang yang menembak banyak, belum tentu seorang penembak
yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai
bicara."
Keterampilan
dan kesanggupan untuk menguasai seni berbicara ini dapat dicapai dengan
mencontoh para retor yang terkenal (imitatio), dengan mempelajari dan
mempergunakan hukum-hukum retorika (doctrina) dan dengan melakukan latihan yang
teratur (exercitium). Dalam seni berbicara dituntut juga penguasaan bahan (res)
dan pengungkapan yang tepat melalui bahasa (verba).
Retorika,
Dialektika dan Elocutio
Ilmu
retorika mempunyai hubungan yang erat dengan dialektika yang sudah dikembangkan
sejak zaman Yunani kuno. Dialektika adalah metode untuk mencari kebenaran lewat
diskusi dan debat. Melalui dialektika, orang dapat mengenal dan menyelami suatu
masalah (intellectio), mengemukakan argurmentasi (inventio) dan menyusun jalan
pikiran secara logis (dispositio). Retorika mempunyai hubungan dengan
dialektika karena debat dan diskusi juga merupakan bagian dari ilmu retorika.
Elocutio
berarti kelancaran berbicara. Dalam retorika kelancaran berbicara sangat dituntut.
Elocutio menjadi prasyarat kepandaian berbicara. Oleh karena itu retorika juga
berhubungan erat dengan elocutio.